Etos Berbagi dan Spirit Kemajuan
dalam Idul Adha
Peringatan Idul Adha 1438 H atau Hari Raya Kurban mengandung
makna yang sangat penting khususnya bagi Bangsa Indonesia kini. Makna berkurban
dalam hari Raya Idul Adha memiliki dua dimensi. Pertama, makna yang memiliki dimensi ibadah dan kedua dimensi sosial.
Jika Idul Fitri merupakan manifestasi kemenangan atas nafsu dan egositas maka Idul Adha merupakan manifestasi dari ketulusan
berkorban, ke rendah hatian dan kebersahajaan. Hal itu adalah refleksi
historis dalam mengenang perjuangan dan pengorbanan Nabi Ibrahim AS dan
putranya, Ismail AS, sekaligus memaknai nilai-nilai spiritual dari manasik
haji.
Idul Adha membangkitkan etos berbagi dalam arti yang luas,
tidak sekedar zakat fitrah dan daging
kurban. Makna peringatan Idul Adha juga menekankan arti kemajuan. Baik kemajuan perorangan maupun kemajuan
bangsa.
Esensi kemajuan tersebut tergambar saat thawaf
mengelilingi Ka'bah tujuh kali yang dilakukan oleh para jamaah
haji.
Thawaf mendidik jamaah haji agar bergerak maju dinamis dalam
orbit tauhid. Konsistensi dalam bertauhid memacu gerak untuk maju dan terus bersikapoptimis.
Thawaf dalam dimensi berbangsa merupakan
transformasi social dan iptek
menuju kemajuan. Transformasi tersebut sangat artikulatif Karena energi
"tasbih universal" yang luarbiasa.
Jumlah jamaah haji Indonesia yang selama ini terbesar di
dunia mestinya menjadi pembangkit etos berbagi
sekaligus menjadi spirit kemajuan bangsa yang luar biasa. Ibadah Haji paling
sarat nilai multikultural karena diikuti oleh jamaah dari berbagai suku bangsa,
bahasa, negara, adat istiadat, karakter, dan latar
belakang sosial.
Alangkah hebatnya jika nilai multikultural seperti itu dapat diaktualisasikan bukan
sekadar menunaikan kewajiban agama saja, melainkan menjadi proses
transformasi sosial budaya dan kemajuan bangsa yang
mengedapankan akhlak dan keluhuran budi pekerti.
Etos berbagi dan spirit
kemajuan dalam Idul Adha semestinya bisa mewarnai gaya kepemimpinan di negeri ini dalam berbagai lini. Saatnya gaya kepemimpinan yang
bersahaja atau sederhana tetapi mengandung spirit kemajuan yang hebat.
Saatnya perubahan gaya kepemimpinan
dengan mereduksi acara yang bersifat seremonial dan
cukup sudah panggung pencitraan. Ada premis
yang menyatakan bahwa memimpin itu sepi karena semua
tanggung jawab menuju dirinya. Namun, dalam kesepian itu dirinya bisa lebih
efektif menyelesaikan pilihan yang sulit serta menghasilkan kerja detail sebaik
mungkin untuk negerinya.
Sungguh menyedihkan jika para pemimpin di negeri ini
tidak bisa mengatasi kesepian politik. Bukan
saatnya lagi menjadikan kepemimpinan sebagai kontes kepopuleran yang bisa
menjerumuskan manajemen pemerintahan kurang detail dan tidak khidmat.
Kepemimpinan yang bersahaja perlu ditanamkan
kepada generasi muda sejak dini. Esensi hidup bersahaja bagi penyelenggara
negara dalam berbagai lini merupakan pesona dan kekuatan yang luar biasa dalam persaingan
global. Selama ini rakyat menyaksikan
jor-joran para pejabat eksekutif, legislatif dan yudikatif baik di pusat maupun
daerah. Mereka berlomba-lomba menunjukan kemewahan dalam menjalankan tugasnya.
Fakta telah menunjukan betapa fantastis anggaran yang dialokasikan
untuk rumah tangga pejabat, perjalanan dinas, rapat dinas, mobil dinas,
pakaian dinas, uang jamuan dan lain-lain. Perilaku pejabat seperti diatas mestinya
tidak dilakukan lagi.
Bangsa Indonesia sulit meraih kemajuan jika dikelola oleh para pejabat yang sulit menjalani hidup sederhana alias boros.
Padahal, para pendiri NKRI telah memberikan contoh teladan dengan
hidup bersahaja tetapi dengan semangat pengabdian yang menggelora. Sejarah telah
menunjukkan kesederhanaan Bung Karno, Bung Hatta, Agus Salim, M. Natsir, dan
lain-lainnya dalam
mengelola NKRI di awal kemerdekaan.
Sudah saatnya seluruh komponen bangsa ini
berani mendefinisikan ukuran hidup sederhana dengan mengacu kepada kondisi obyektif seperti daya beli masyarakat dan pendapatan perkapita penduduk.
Makna Idul Adha juga mengandung nilai
perjuangan anak manusia yang selalu berusaha
menggenggam semangat jaman. Makna itu menjadi motifasi kebangsaan bagaimana menyiapkan
wahana bangsa untuk tinggal landas menuju kemajuan dan kemakmuran.
Kebangkitan nasional yang menjadi visi kemajuan para pemimpin bangsa dari waktu ke waktu akan terwujud
melalui kerja detail. Para Presiden RI memiliki strategi masing-masing untuk
muwujudkan kondisi kebangkitan bangsa.
Visi kemajuan nasional yang terartikulasi dalam pembangunan berbagai
infrastruktur pada hakekatnya adalah bentuk pengorbanan
rakyat. Karena anggaran negara yang notabene untuk kesejahteraan terpaksa tersedot
untuknya. Sayangnya pembangunan infrastruktur tersebut hingga kini
kurang terkonsep dan terlihat tergesa-gesa tanpa disertai strategi transformasi
teknologi dan persiapan SDM yang maturitas atau matang. Akibatnya beberapa
proyek infrastruktur yang dibangun kurang memberikan manfaat sebesar-besarnya
bagi industri lokal dan perluasan kesempatan kerja.
Atas perhatian dan kerjasama antara Euro
Management Indonesia dan rekan-rekan jurnalis media massa,
baik media cetak maupun elektronik, kami sampaikan terima kasih yang
sebesar-besarnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar