OLEH BIMO SASONGKO
Peringatan Hari
Bhayangkara ke-71 pada 1 Juli diwarnai dengan tantangan yang makin kompleks.
Kini seluruh jajaran Polri dituntut lebih profesional. Sesuai dengan makna
lambang kepolisian yang bernama Rastra Sewakotama. Yang berarti Polri adalah
abdi utama dari pada nusa dan bangsa. Sebutan itu adalah brata pertama dari Tri
Brata yang diikrarkan sebagai pedoman hidup segenap Polri.
Sebagai abdi sekaligus
pelindung dan pengayom rakyat harus menghindari sikap sebagai penguasa. Ini
sejalan dengan prinsip dasar kepolisian di semua negara yang disebut new
modern police philosophy.
Penugasan penting
Presiden kepada Kapolri Tito Karnavian menekankan pengembangan karir dan SDM
Polri secara progresif. Sehingga kompetensi personel diseluruh lini bisa
berkembang dengan baik.
Presiden Jokowi meminta
agar Kapolri melakukan reformasi total demi kesempurnaan organisasi. Kompetensi
sebaiknya menjadi kata kunci bagi Kapolri dalam menyempurnakan
organisasi.
Istilah kompetensi dalam
kamus bahasa Inggris Webster mendefinisikan “Competence” sebagai kondisi yang
cocok, cukup dan tepat (suitable, sufficient and fit). Istilah tersebut
menggambarkan tugas-tugas yang menjadi elemen dari sebuah pekerjaan. Istilah
ini berasal dari Management Charter Initiative, Inggris pada 1988
yang menyatakan bahwa kompetensi didefinisikan secara resmi sebagai; “kemampuan
seseorang untuk mendemonstrasikan pengetahuan dan keterampilannya sesuai dengan
standar yang ditetapkan dalam konteks tertentu. Dan kemampuan untuk mengalihkan
pengetahuan dan keterampilan ke konteks yang baru dan atau berbeda.
Sistem rekrutmen dan
pendidikan SDM Polri perlu dibenahi karena pelaku dan modus kejahatan semakin
canggih dan memerlukan teknologi dan lintas disiplin ilmu. Prestasi dan
kompetensi yang tinggi pada diri Kapolri saat ini merupakan hasil dari sederet
pendidikan dan penugasan di luar negeri yang pernah dia tempuh. Antara lain
pendidikan di University of Exeter di Inggris yang meraih gelar MA dalam bidang
Police Studies. Dan meraih PhD di Nanyang Technological University, Singapura.
Hampir seluruh pendidikan dan kursus kepolisian yang terbaik di dunia pernah
diiikutinya. Sederet pendidikan dan penugasan di luar negeri itu sangat
membantu tugas dan menunjang prestasi.
Sistem perekrutan di
Polri mesti dibenahi secara mendasar. Sistem perekrutan pada berbagai jenjang
sebaiknya dilakukan secara transparan. Tidak boleh lagi terjadi kolusi dan
nepotisme dalam sistem rekrutmen. Selama ini dalam organisasi Polri ada empat
sumber perekrutan. Yakni rekrutmen Tantama (Khusus Brimob dan Polair), Bintara,
Perwira Akademi Kepolisian dan Perwira Sumber Sarjana, dengan syarat dari umur
18 hingga 22 tahun.
Sistem rekrutmen SDM
Polri berbasis empat nilai dasar yang menjadi pedoman berdasarkan universalitas
watak peran dan fungsi dari institusi ini. Empat nilai dasar tersebut adalah
integritas, akuntabilitas, legitimasi, dan bisa dipercaya. Empat nilai dasar
yang universal tersebut tentu harus dikontekstualiasikan dengan situasi empirik
pemolisian di negeri ini.
“Merit System”
Agenda Kapolri Tito
untuk memotivasi personel atau SDM Polri sebaiknya menerapkan Merit system.
Selama ini Polri belum sepenuhnya menerapkan Merit System dalam
pengembangan karir dan kompetensi. Hingga kini masih berlaku sistem Time Based atau sistem yang sangat konvensional.
Dalam arti ada waktu tertentu yakni antara empat sampai dengan lima tahun
diberlakukan kenaikan satu pangkat bagi setiap anggota Polri. Memang ada
persyarat an tambahan untuk bisa naik pangkat, yaitu dengan kewajiban menjalani
pendidikan tertentu dan tidak bermasalah dalam dinas. Namun hal itu lebih
bernuansa hanya formalitas belaka, bukan untuk peningkatan kompetensi yang
esensial. Merit System memacu anggota
Polri untuk selalu meningkatkan kompetensinya, lebih berinovasi dan kreatif agar
mempunyai kelebihan dibanding rekan lainya.
Merit System seharusnya
segera diterapkan secara sistemik di seluruh Polres sehingga mendorong
terciptanya personil yang memiliki kinerja baik. Proses wanjak di Polres harus
didasarkan pada pertimbangan yang matang sehingga setiap penempatan personil
akan terwujud “the rihgt man in the right job in the right time”. Untuk
menempatkan personil pada jabatan tertentu, misalnya jabatan Kanit Lantas di
Satlantas maka personil yang bersangkutan harus memenuhi kompetensi yang telah
ditetapkan dalam jabatan Kanit Lantas tersebut. Hanya personil yang memenuhi
standar kompetensi jabatan itulah yang dapat ditempatkan pada posisi
tersebut.
Polri kini juga
membutuhkan kerja sama dan pendidikan global bagi para perwira. Jika hanya
mengandalkan pendidikan dan kursus di dalam negeri saja tentunya tidak memadai.
Selain masalah pembenahan integritas, personil kepolisian juga perlu
pengembangan kompetensi dan profesionalitas untuk 400 ribu personel
Polri.
Saat ini postur SDM
Polri terkendala oleh komposisi struktur yang 90 persen terdiri dari
kepangkatan bintara ke bawah yang memiliki kapasitas dan ketrampilan pemolisian
yang minim dan dengan tingkat kesejahteraan yang kurang memadai. Sedangkan
perwira Polri yang persentasenya sekitar 10 persen juga belum memiliki pola
pengembangan profesi yang sesuai dengan tantangan jaman.
Level Perwira
Untuk mengatasi
disparitas karir dan kompetensi itu perlu sistem pengembangan SDM Polri pada
level perwira dengan berbagai program pendidikan di luar negeri. Untuk itu
perlu penguasaan bahasa asing dan memilih perguruan tinggi di LN yang tepat
untuk pendidikan para perwira Polri.
Kompetensi Kapolri Tito
yang sarat pendidikan internasional dan kerjasama global tentunya menjadi pengalaman
berharga untuk melakukan pengembangan SDM Polri.
Kapolri setiap saat
perlu meningkatkan kemampuan Densus 88 yang menjadi ujung tombak personel anti
teroris. Penanganan terorisme di negeri ini sangat membutuhkan kerja sama
bilateral dan multilateral. Dalam konteks global, Kapolri sebaiknya lebih
proaktif dalam penguatan dan peningkatan kerjasama ASEANAPOL (Asean National
Police) yang merupakan sebuah organisasi kepolisian ASEAN yang terbentuk pada
tahun 1981, terdiri dari 10 negara anggota ASEAN dan semenjak 2010 mempunyai
sekretariat tetap di Kuala Lumpur.
Untuk mewujudkan
ASEANAPOL yang tangguh dibutuhkan komitmen kuat di antara negara anggota
ASEANAPOL dalam hal SDM kepolisian agar keamanan ASEAN dan pemberlakuan ASEAN
Community bisa berlangsung dengan baik.
Postur dan kompetensi SDM Polri
mesti ditingkatkan dalam waktu yang singkat karena modus terorisme telah
berubah menjadi aksi individual yang lepas dari kelompok atau organisasi
terorisme. Terorisme individual bisa tumbuh secara sporadis dan beraksi
tiba-tiba tanpa bisa diantisipasi.
Penulis, Lulusan North Carolina State University, USA. Pendiri Euro Management Indonesia. Ketua Umum IABIE
Tidak ada komentar:
Posting Komentar